Maraknya kasus terhadap persoalan budaya patriarki dikalangan eksis remaja, aktivis, dan kaum intelektual wanita. persoalan gender hingga saat ini terus diperbincangkan, karena masih terdapat banyak kejadian yang menjadi ketimpangan bagi suatu kalangan khususnya kaum wanita.
Perlu difahami kembali gender merupakan perbedaan hak, kewajiban, tanggung jawab dan peranan antara laki laki dan perempuan terhadap masyarakat sosial. Akan tetapi dalam hal ini bentuk sosialisasi yang terjadi pada masyarakat rupanya masih terhegemoni oleh pemikiran kuno dimana akses terhadap hak-hak politik, ekonomi, sosial, dan budaya terdominasi oleh laki laki, seperti halnya permasalahan gender pada domestik ekonomi negara.
Berdasarkan hal tersebut perlu untuk memberi pemahaman yang merata tentang peranan antara wanita dan laki laki dalam berproses terhadap pembangunan masayarakat agar dampak yang ditimbulkan dari kontruksi sosial, yang menjadi bomerang oleh kelompok tersingkirkan dapat dihindari.
Hal ini sesuai apa yang dicita citakan oleh Bapak Soekarno yang tertuai dalam karyanya yang berjudul Sarinah bahwa perempuan dan laki laki merupakan satu kesatuan yang utuh didalam segala aspek kehidupan, peranan perempuan tidak serta merta dianggap tidak berguna atau disepelekan karena setiap perorangan mempunyai kelebihan masing masing sesuai dengan bidang yang dikuasainya begitupun laki laki.
Jika saja pengembangan masyarakat dibatasi oleh batasan batasan tertentu yang menjadi faktor terhambatnya perkembangan sosial dan muncul pemikiran terhadap polemik keadilan tidak merata. Perjuangan yang dilakukan oleh pahlawan emansipasi wanita yakni RA. Kartini untuk medapatkan kesetaraan hak perempuan dan laki laki hanyalah sebagai khayalan belaka.
Dengan dorongan pemerintah terhadap eksistensi perempuan adalah adanya intruksi presiden RI No.9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional. sasaran strategi terkait pengarusutamaan gender atau PUG yaitu mengupayakan kebijakan untuk memperhatikan dari segi pengalaman, kebutuhan, dan aspirasi perempuan dan laki laki, dalam konteks tersebut antara laki laki dan perempuan memiliki peran yang sama dalam aspek kehidupan tentunya tidak terlepas dari sudutpandang yang harus tetap disesuaikan dengan kodratnya masing masing.
Pada kenyataannya di era millenial ini interpretasi dari kebijakan diatas masih tidak nampak di berbagai bidang kehidupan, paradigma yang menjamur dimana perempuan dipandang sebelah mata masih menjarah di permukaan lapisan masyarakat. Sebagaimana yang dilansir pada catatan National Commission on Violence Against Women tahun 2023 “ jumlah angka dari penerimaan pengaduan kekerasan berbasis gender mengalami peningkatan dari tahun ke tahun “. Kasus yang dialami tidak hanya kekerasan seksual tetapi kekerasan ditempat kerja, kekerasan di dunia pendidikan dan kekerasan di tempat tinggal masih terus saja terjadi.
Demikian fenomena masyakarat tentang kesetaraan gender masih berjalan pasif, perlunya strategi yang dikembangkan tidak hanya memusatkan pada perundang undangan yang menuntut kesamaan dan keadilan antara laki laki dan perempuan, perjuangan untuk mengupayakan pemberdayaan dalam dinamika sosial tidak akan berjalan masif tanpa kesadaran penuh dari setiap individu, seperti halnya yang diungkapkan oleh Mariana Amiruddin Komisioner Komnas Perempuan “ pengetahuan gender bukan untuk memusuhi laki laki tetapi bagaimana pengetahuan bisa berlaku dan bermanfaat bagi kehidupan bersama “. Oleh karena itu kuncinya adalah sinergitas untuk saling bahu membahu dalam mewujudkan keharmonisan masyarakat.
Penulis: Novia Ulfa Isnaini