Waktu itu, di pertengahan setelah matahari larut dari pelupuk Netra, aku berbincang dengan salah satu makhluk yang kusangkakan potongan tulang rusuk
Membicarakan segala hal yang sama-sama kita suka, juga bagaimana kau hidup, sekolah hingga kuliah, dari apa saja yang terjadi di ruang tamunya, dapurnya bahkan semut yang menggotong sepotong makanan untuk mencukupi 1 koloni
Hingga pada saat itu aku menginginkan kita bertemu, niat nya hanya melepas rindu serta membelikan sepotong es krim yang sangat kau suka, lalu dengan bangga aku memotong Sebagian kukumu yang sudah tak tertata, namun kau malah bersandar di bahuku menikmati hangat nya sinar senja, berisik sekali hatiku waktu itu nona, karna setelah sekian lama tak berpenghuni engkau datang dengan sekumpulan bunga berwarna-warni
Yah… saat nya telah tiba, hari dimana alam akan membukakan tabir nestapa nya, dengan sedikit gugup serta gagap, jiwaku memaksa untuk tetap tegap menghadapi penolakan yang tiba-tiba terucap,
Kau beralasan masih carut akan lanjut, takut menimbulkan rasa trauma masalalu mu yang gila, hingga kau memutuskan untuk tidak menjalin hubungan, namun bersedia menjadi kesayangan
Syukur ku bisa menjalin asmara dengan Wanita seperti dirimu, yang ceria setiap laku, senyum yang semanis madu dan bahkan bisa mematahkan hati ku yang membatu
Waktu itu kau hampir senadi, sedekat batu nisan kepada tanah, seakrab manusia kepada rumah, bahkan seerat air kepada basah
Persis seperti kata pepatah, bersusah-susah dahulu bersenang-senang kemudian, merakit cinta yang menggebu lalu kau patah kan sekalian
kala itu aku tanpa sadar melukaimu, menghilang kan secercah senyum di bibir mu, merobek ranum dalam pipimu
Bodoh nya, aku tak menyadari ada yang hilang dalam hatimu, ialah bunga yang aku tanam dengan segenap jiwa, di pupuk dengan rasa yang tak ada di belahan dunia, kusirami dengan air waktu luang, serta ku jaga agar tak kekurangan kasih dan sayang
Waktu bergulir begitu cepat, aku di dera dengan segala pahit dan derita yang melesat, kau selalu memarahi ku tanpa memikirkan sedang kenapa atau karna apa aku merana, menuntut balas atas waktu ku yang terbuang sia-sia dan puncak nya kau membuangku, melempar ku, jatuh menukik dengan harapan semu
Hanya karna salah ku yang membuatmu merasakan pahit, tanpa ampun kau mencabut mawar-mawar yang ku tanam tanpa pamit, kukira dirimu akan menutup hati serta harapan, nyatanya kau tak pergi tanpa persiapan
Kau membuat ku berakhir dalam pesakitan sedangkan dirimu berbahagia dalam dekapan, pernah aku berpikir bagaimana jika suatu saat nanti aku dan kamu menjadi kita seutuhnya, pilu dan duka ialah sebagai pewarna, Bahagia dan suka hanyalah pemanis belaka
Namun nyatanya kau menampik setumpuk khayal ku begitu saja mengubur dalam-dalam segenap rasa dan berakhir dengan nestapa
Duhai dara… kau merobek angan ku, masuk kedalam liang abadi, melempar, lalu membakar nya hingga tak bersisa lagi. Terseok seok aku menghampirinya, berharap masih bersisa walau berupa jelaga
Penulis : Bung Rofiq